Perjalanan Ziarah Ke Sunan Muria

ziarah muria


Niat untuk ziarah ke Sunan Muria akhirnya bisa terwujud pada hari minggu kemarin. Ini adalah perjalanan yang pertama setelah terakhir kali kesana sekitar tahun 2010an lalu. Jujur saja, Saya sudah tidak ingat lagi dengan kontur jalan yang akan dilewati. 

Jadi ketika ada niatan kesana seringkali dibilangin "Memang sudah berani nyetir sendiri? Jalannya nanjak lho". Tapi niat sudah bulat, saya pede untuk perjalanan kali ini. Lagian setelah pindah ke Kudus hampir 2 tahun lalu masa tidak ziarah ke Muria, jadi inilah perjalanannya.

Perjalanan Ke Muria

Cuma 20 Km dari rumah itu yang tertera di maps, terlihat lalu lintas sedikit kuning dan mendekati lokasi terlihat merah. Pada hari sabtu dan minggu memang seringkali cukup banyak peziarah daripada hari biasanya. Istri cukup khawatir jika akan macet dijalan, tapi saya sudah mantap, jadi hayuk saja.

Dari rumah sekitar pukul 9 pagi, nyetir mobil sendiri dengan 4 penumpang dewasa dan 2 anak-anak. Dari rumah ambil jalan ke SPBU Panjang untuk isi bensi dahulu dan ambil uang di ATM. Di SPBU ternyata rame sekali hingga butuh antri yang cukup lama. 

Selepas itu, kita mulai menyusuri jalan menuju Muria, Beruntung lalu lintas tidak sepadat yang diperkirakan. Sangat lancar, bis-bis besar yang biasanya ramai melintas, justru tidak banyak terlihat. 

Karena benar-benar sudah lupa dengan kontur jalannya, saya menyetir dengan santai. Tanjakan mulai terasa agak curam saat mendekati lokasi. Sempat sedikit ketenggak saat habis menikung ternyata ada tanjakan yang tidak terlihat dari bawah. Tapi tidak sampai panik, oper gigi dan gas dengan stabil lalu mobilpun melaju dengan baik.

Sampai di gerbang masuk kita bayar tiket terlebih dulu pada petugas. Murah sekali hanya 3 ribu rupiah per orang. Nah dari gerbang kita terus saja lurus dan sampai di area parkiran yang sepertinya milik perorangan. Begitu beres parkir kita dihampiri ojek yang menawarkan jasa untuk mengantar sampai ke atas. Mengingat bawa anak kecil dan orang tua, kami memutuskan untuk naik ojek saja. Tarfinya 20 ribu per orang dan tarif ini dipampang juga di titik akhir ojek.

Ojek muria yang terkenal ugal-ugalan ternyata tidak se-ekstrim yang dibayangkan. Entah karena motor yang digunakan matic atau memang sudah lebih tertib. Yang pasti bagi penumpang ini sangat nyaman. 

Sesampainya diatas, suasana memang tidak seramai jika pas musim ziarah. Tapi ini ada untungnya karena kita bisa lebih leluasa. Masuk ke area makam tidak perlu berdesakan. Berdoa bisa lebih tenang, dan alhamdulilah akhirnya ziarah kesini bisa terlaksana.



Kami tidak langsung pulang, tetapi menunggu dulu untuk sholat Duhur di mesjid area makam. Dan setelahnya baru memutuskan untuk turun. Kali ini tidak naik ojek tapi jalan kaki saja, toh tinggal turun. 

Sepanjang jalan ada banyak kios yang menjual pernak-pernik ziarah atau juga oleh-oleh khas muria seperti pisang tanduk, ganyong, umbi-umbian, parijoto dan jeruk bali. Atau makan siang dengan pecel pakis.

Tadinya kami akan mampir ke air terjun Montel, tapi rasanya tidak memungkinkan karena sudah letih. Dari area makam kita harus jalan cukup lumayan jika ingin ke Montel. Jadinya kita langsung pulang saja.

Perjalanan pulang lancar sekali, dan sampai dengan selamat di rumah kira-kira jam setengah 3 sore. Alhamdulillah.



Posting Komentar

0 Komentar